Kamis, 11 Agustus 2016

Favorite Ecstasy

I could sit on the sidewalk for hours;
observing the scars along your back,
tracing all wrinkles of time you collect,
stare at your myopic eyes.
Curiously decoding the cries,
the stories,
the pain,
the tragedy that people told me.
Seeking truth like Thoreau.

But in front of your flabbergasting arch,
and with beautifully poignant welcome from you,
I ask myself, "What do I know about your suffering?"

You are not perfect.
And to save the suspense,
neither am I.

So, for every pavement and lamppost
built from years of weeping,
I bow and praise your big heart
like a moon plunging into glimmering horizon.

Oddly,
you have become one of
my favorite ecstasy,
Jakarta.

- Verrel Argo Baldi, August 7th 2016

Related Posts:

  • Surat waktuTentang penghabisan itu, karangan bunga aster, tentang surat-surat yang kamu terima. Di teras rumah, termangu. Matamu sembab, airmata menderai sampai … Read More
  • Menjadi akuDipinggir jalan, dipayungi oleh lampu jalan, kita menengadah ke langit malam ini. Ada pameran lukisan yang dipertontonkan oleh bintang - bintang itu.… Read More
  • Sebuah keinginanAku ingin melihatmu bahagia. Menjadi daun kering terakhir di senja itu, berbesar hati meninggalkan pohon yang tak lagi membutuhkannya, bersama angin. … Read More
  • Bunga kecil kepada lebahSemalaman aku membuat puisi ini untukmu. Mengenai bunga kecil di pinggir danau, yang tampak layu, namun belum kering. Karena ada yang tidak biasa. Di… Read More
  • Sore tak lagi jinggaSore ini kau mengajakku lagi ke sebuah bukit. Kita biasa datang kesini. Hampir setiap hari. Bercanda, tertawa, berbaring diatas rumputnya. Menikmati j… Read More

0 komentar:

Posting Komentar