Jumat, 17 Februari 2017

Di Waktu Malam

Di tengah bayang dan gulita;
kita sama-sama suka malam.
Aku hafal rasi-rasi anehmu.
Kamu sering mengguratkannya dengan ujung jari
sewaktu melawan dinding-dinding pekat.

Ada yang berbentuk rumah dengan  taman-taman kecil di halamannya,
malam tahun baru,
es krim,
anak-anak berlari, dan ciuman di dahi.
Bentuk tak beraturan yang justru mendekatkan kita dengan cara yang tidak terduga.

Karena tak jarang aku harus menebak-nebak,
antara garis-garis yang kamu hubungkan;
membentuk konstelasi.
Dengan kopi sebagai kamus yang mengendapkan kata-kata langka;
menerjemahkan tulus yang sesekali berdentum di palka semesta.
Dulu lebih sering pamrih,
dan memilih tidur.

Sekarang terlalu ranum dan candu kopinya.
Begadang menggembala rasa menjadi sebuah tujuan.
Menemukan ladang untuk berlabuh bagi dua hati
yang berusaha melawan dinginnya malam;
yang kadang setengahnya tanpa bintang,
dan setengahnya lagi terisi awan.

Sehingga saling mengingatkan bahwa keyakinan adalah bulannya.
Tetap bersinar untuk yang digembalai.
Agar menjadi gemuk,
menjadi sehat,
sampai menjadi yakin,
di langit mana kita harus bersemayam.

Di antara aku dan kamu,
sudah berapa lama kita saling menghitung malam sambil berbisik agar sunyinya abadi?
Seribu malam? Siapa peduli?
Pun, kita sudah janji sampai triliunan pagi.

Verrel Argo Baldi,
untuk Yuvira Yusra.
17 Februari 2017.